Ketika Abu Bakar menderita penyakit parah,
kekhawatiran terbesit dihatinya. Ia takut umat Islam berselisih pendapat
tentang siapa yang akan menjadi kahilfah setelah beliau berpulang ke
hadapan Allah, sebagaimana yang terjadi pasca wafatnya Rasulullah saw.
Agar hal itu tidak terulang kembali, Sayyidina Abu
Bakar langsung menunjuk pengganti untuk menempati posisinya. Dengan
pertimbangan matang, ia mempercayakan posisi itu kepada Umar bin al Khattab.
Sebab Sayyidina Umar dipandang paling pantas untuk mengemban amanah agung ini.
Dan kenyataannya, pada masa kepemerintahan Sayyidina
Umar, kedaulatan Islam semakin membaik, perluasan kekuasan terus bergerak, dan
kemakmuran semakin memperindah catatan kepemimpinannya.
Inilah pencapaian
Sayyidina Umar selama menggengam kekhalifahan. Ia adalah pemimpin ideal yang
tegas, adil, bijaksana dan pemurah.
Sistem Pengaturan Negara
Pada masa Sayyidina Umar bin Khattab,
wilayah kekuasaan Islam semakin merebak ke berbagai penjuru dunia. Seiring
meluasnya wilayah Islam, Sayyidiana Umar berinsiatif untuk membuat
undang-undang yang mengatur hubungan antara pemerintahan dengan bangsa-bangsa
tersebut sesuai syariat Islam. Maka ia membentuk pemimpin wilayah di wilayah-wilayah
taklukkan Islam. Namun pusat kepemerintahan tetap berada dibawah kekuasaannya.
Luasnya wilayah Islam ternyata juga berdampak positif
pada income negara.
Sektor ini terus mengalami gejala peningkatan hingga tidak memungkinkan hanya
ditangani oleh satu orang saja. Maka atas pertimbangan itu Sayyidina Umar
mengangkat pegawai khusus untuk menangani keuangan negara.
Adapun sumber-sumber pemasukan negara yang dominan
pada masa kepemerintahan Sayyidina Umar adalah zakat, harta rampasan, pajak, kharaj, dan zakat dagangan
sebesar 10 persen dari para pedagang kafir harbi. Kebijakan ini merupakan
inisiatifnya yang diilhami oleh sabda Rasulullah: “Supaya pembagian harta dan pembelanjaannya jangan sampai
terlambat”.
Sementara itu, dalam mengurusi pendistribusian
kekayaan Negara, ia pun membentuk badan khusus, agar uang Negara terbagi secara
adil dan merata. Dari sinilah, muncul sebuah kepengurusan yang menangani bidang
dokumentasi dan arsip Negara. Dengan demikian Umar bin al-Khathab adalah orang
pertama yang melakukan pembukuan dan arsip Negara dalam sejarah Islam.
Pendistribusian Dana Negara
Pendistribusian pendapatan Negara pada masa Umar bin
khattab, dibagi tiga prosedur. Pertama, pendistribusian
harta zakat dan hal-hal yang terkait dengannya. Harta ini didistribusikan pada
delapan golongan yang telah tercantum dalam al-Qur’an: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
muallaf yang di bujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang
berhutang, untuk orang yang berjalan di jalan allah dan orang-orang yang sedang
dalam perjalana, sebagai suatu ketetapan yang di wajibkan oleh Allah, dan Allah
maha mengetahui lagi maha bijaksana “ (QS At-Taubat [09]:60)
Kedua. Pendistribusian
kharaj dan pajak, cukai sebesar 10
persen dari pedagang kafir harbi. Pendapatan ini difungsikan sebagai dana yang
dialokasikan untuk menggaji para pegawai Negeri, tentara perang, keluarga Nabi
dan isteri para mujahid.
Ketiga. Pendistribusian
harta rampasan. Pendapatan ini seperlimanya dialokasikan kepada orang-orang
yang disebut dalam ayat al-Qur’an: “Ketahuilah,
sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang,
maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnu sabil” (QS Al Anfal [08]: 41).
Sementara sisanya yakni empat seperlima dari harta rampasan tersebut
dialokasikan kepada para tentara. Dengan perincian sebagai berikut; para
penunggang kuda mendapat tiga bagian, dua bagian diberikan untuk kudanya,
sementara satu bagian yang lain diberikan pada penunggangnya. Dan untuk tentara
yang berjalan kaki mendapatkan satu bagian saja.
Membentuk Administrasi Negara
Pada permulaan kepemerintahan Umar bin Khattab para
gubernur diberbagai wilayah penaklukan Islam menjalankan kebijakan mereka
sebagaimana yang dijalankan Umar di Madinah. Mereka memegang kekuasaan
legislatif, eksekutif dan pimpinan mileter dalam satu kekuasaan. Hanya saja,
ketika mereka menjadi lebih sibuk dengan urusan wilayah-wilayah secara umum
serta pemusatan politiknya melebihi apa yang harus dipikul ketika mereka
dilantik. Berita-berita angkatan bersenjata di Irak dan Syam menyita banyak
waktu dan perhatiannya. Maka Segala tindakan tunduk pada para pejabat di berbagai
daerah kedaulatannya. Hal itu menjadi pokok perhatian dan pikiran sang
Khalifah.
Di samping itu, jumlah penduduk semakin membeludak
dan income Negara
masuk semakin bertambah. Usaha pembebasan dan penaklukan terus maju. Lalu, sang
Khalifah berinisiatif untuk mengumpulkan para mentrinya untuk mengadakan rapat
sebagai solusi dari problema ini. Oleh karena itu mau tidak mau ia harus
mengangkat beberapa pembantu yang dapat mengatur segala kepentingan perorangan,
terpisah dari kepentingan Negara. Maka, dari hasil musyawarah tersebut
terbentuklah Adsministrasi Negara.
Mengangkat Para Hakim
Dalam hal ini, yang pertama kali dilakukan oleh
sayyidina Umar ialah memisahkan kekuasaan yudikatif di Madinah dari
kekuasaannya oleh karena itu ia mengangkat Abu Darda’ sebagai hakim. Segala
permasalahan hukum diajukan dan diputuskan olehnya. Sesudah selesai pembangunan
kota Kufa dan Basrah serta penghuni yang terus bertambah. Dan banyak pula
anggota masyarakat yang terlibat dalam berbagai macam aktivitas, Sayyidina Umar
mengangkat Syuriah sebagai hakim Kufa, sementara untuk kota Basrah ia
memercayakannya kepada Abi Musa al-Asy’ari. Dan untuk kota Mesir ia percayakan
kepada Qois bin al ‘Ash as Sahmi sebagai hakim.
Semua hakim ini senantiasa memutuskan suatu
permasalahan dengan berlandasan pada Kitabullah dan Sunnah Rasul. Pengangkatan
mereka itu merupakan langkah awal dalam mengatur penguasaan yang terpisah satu
sama lain. Tetapi langkah inilah yang memang diperlukan dan dapat mengembangkan
kondisi pemerintahan, untuk selanjutnya dibutuhkan figur-figur Agama.
Keadaan ini terus berlanjut, dan baru bisa direalisasikan sebagai prinsip tetap
untuk diterapkan di seluruh kedaulatan setelah masa Umar.
Sikap Umar Terhadap Para Pejabatnya
Untuk tujuan di ataslah Umar mengirim sebagian para
pejabatnya kepada orang-orang Arab pedalaman, hal ini bukan untuk merendahkan
mereka, melainkan untuk menegakkan hukum Allah seadil-adilnya. Kepada mereka ia
berkata : “Perlakukanlah semua
orang di termpat kalian itu sama, yang dekat seperti yang jauh dan yang jauh
seperti yang dekat. Hati-hatilah terhadap suap dan menjalankan hukum
karena hawa nafsu dan bertindak diwaktu marah tegakkan dengan benar
walaupun sehari hanya sesaat.” Ia merasa dirinya bertanggung jawab
terhadap hati nuraninya dan terhadap Allah untuk menegakkan keadilan di segala
tempat. Jika ada pejabatnya di ujung dunia merugikan seseorang, maka seolah
dialah pelakunya. Suatu hari ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya: “Bagaimana kalau saya menempatkan orang
yang terbaik yang saya ketahui atas kalian lalu saya perintahkan dia berlaku
adil, sudah kah saya menjalankan tugas saya ?” Mereka
menjawab, Ya!. “Tidak” kata Umar, “Sebelum saya melihat sendiri
pekerjaannya, dia melaksanakan apa yang saya perintahkan atau tidak.”
Itu sebabnya ia mengadakan pengawaasan terhadap para pejabatnya begitu ketat.